Haul Ke-23 Prof. KH. Ibrahim Hosen: Meneladani Legacy Keilmuan Prof. Ibrahim Hosen

Sabtu, 2 Maret 2024, bertepatan dengan 21 Sya’ban 1445 H, keluarga besar Prof Ibrahim Hosen menyelenggarakan Haul Ke-23 Almagfurlah Prof. KH. Ibrahim Hosen. Acara ini dihadiri oleh keluarga besar, dosen, tenaga kependidikan, alumni IIQ Jakarta, dan DEMA IIQ Jakarta. Acara ini diselenggarakan di Masjid Al-Husainy, Jl. WR. Supratman No. 60, Kampung Utan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Dr. Muhammad Azizan Fitriana, M.Ag., menyampaikan ceramah mauidhoh. Beliau menyampaikan beberapa poin, di antaranya:
Pertama, Keutamaan mendoakan orang yang meninggal, Doa sangat bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal, terutama bagi mereka yang meninggal dalam kondisi syahid. Kedua, Kemungkinan Prof. Ibrahim Hosen meninggal dalam kondisi syahid, Prof. Ibrahim Hosen meninggal dalam perjuangan menghidupkan Al-Quran melalui Institut Ilmu Al-Quran Jakarta dan berbagai warisan keilmuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa beliau meninggal dalam kondisi syahid. Ketiga, Keutamaan orang yang meninggal syahid, Orang yang meninggal syahid memiliki beberapa keutamaan, di antaranya adalah diampuni dosanya, mendapatkan mahkota bertatahkan mutiara, dan dapat memberikan syafaat kepada 70 orang terdekatnya.
“Kita tahu bahwa Prof Ibrahim Hosen Ketika meninggal dalam perjuangan menghidupkan Al-Quran melalui Institut Ilmu Al-Quran Jakarta, kemudian warisannya di PTIQ, belum di Fakultas di berbagai UIN beliau tinggalkan legacy keilmuan yang luar biasa. Maka itu sudah membuktikan bahwa beliau meninggal dalam kondisi syahid. Maka kemudian, dengan pembuktian bahwa meninggal dalam kondisi syahid, ada satu hadis mengatakan keutamaan orang mati syahid. Yaitu Orang-orang yang mati syahid memiliki beberapa “keramat” (keutamaan). Ada 8 keramat yang disebutkan dalam sebuah hadis, diantaranya adalah orang yang meninggal syahid diberikan mahkota bertatahkan Mutiara yang mana satu Mutiaranya lebih baik dari dunia dan seisinya” Ucap Dr Azizan dalam ceramahnya
“Artinya beliau ini meninggal dalam kondisi Sultan. Walaupun kita bukan keluarganya, minimal kita sebagai anak ideologisnya (muridnya), akan kecipratan berkahnya”
Pada kesempatan ini bapak Dr Azizan menceritakan pengalamannya saat melakukan “sowan” ke makam Prof Ibrahim Hosen. “Dengan mengacu pada sebuah dalil bahwa jika kita dapat dekat dengan orang sholeh, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, minimal dia akan mengalirkan angin-angin syurga. Dengan karomahnya orang soleh.”
Dr Azizan menegaskan bahwa kita bukan melakukan khurafat, namun mendoakan sebagaimana Rasulullah yang mempraktikkan dan mendoakan orang yang sudah meninggal. Beliau menyampaikan bahwa setiap majelis haul ada manfaat untuk orang yang sudah meninggal dan juga masih hidup.
“Bagi yang meninggal akan melihat pemandangan syurga, bagi yang masih hidup, adalah kita menjadi mukmin yang paling cerdas, karena banyak mengingat kematian dan mempersiapkannya. Kita jangan siap mati, justru kita harus siap hidup. Saya mendapat cerita dari bu Rektor, beliau mendirikan IIQ Jakarta di usia 60 tahun. Kalau orang biasa di usia 60 tahun kan lagi berfikir main-main sama cucu menikmati masa tua. Tapi beliau mendirikan IIQ yang tentu itu pekerjaan yang luar biasa itu. Maka meneladani beliau, bahwa mengingat mati adalah harus siap berjuang untuk hidup. Berjuang bagaimana kita melihat legacy beliau. Ilmunya, bukunya, itu karena beliau siap hidup dan beliau hidup sampai sekarang”





